Pertanyaan :
Assalamu 'alaikum wr wb.
Pertanyaan saya, Bagaimana hukumnya orang yang mendonorkan mayat pada Teaching Hospital tersebut ?
Jawaban :
Wa'alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh
Terima kasih atas kepercayaan kepada Majelis Tarjih dan Tajdid untuk menjawab pertanyaan bapak.
Islam sangat mementingkan pengembangan ilmu pengetahuan pada segala aspek kehidupan, sehingga para sarjana muslim di abad klasik telah menemukan berbagai macam ilmu pengetahuan, salah satunya adalah ilmu kedokteran. Diantara ilmu dasar dalam kedokteran adalah ilmu tentang susunan tubuh manusia yang disebut anatomi. Untuk membuktikan teori-teori dalam ilmu kedokteran tersebut tentu denan jalan praktik langsung terhadap manusia.
Pada dasarnya setiap jenazah orang yang meninggal dunia atau mayat harus dipenuhi hak-haknya, dihormati keberadaannya dan tidak boleh dirusak. Adab penghormatan terhadap mayat dapat dilakukan dengan melakukan perawatan mayat sesuai syariat islam. Perawatan mayat sesuai syaariat islam biasanya dilaksanakan dengan cara memandikan, mengafani, menyalatkan dan mengubur mayat (Kitab Riyadh Al-Badi'ah). Hal ini sesuai dengan firmat Allah berikut ini
وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِىٓ ءَادَمَ وَحَمَلْنَٰهُمْ فِى ٱلْبَرِّ وَٱلْبَحْرِ وَرَزَقْنَٰهُم مِّنَ ٱلطَّيِّبَٰتِ وَفَضَّلْنَٰهُمْ عَلَىٰ كَثِيرٍ مِّمَّنْ خَلَقْنَا تَفْضِيلًا
Artinya: "Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan" (QS. Al-Isra' : 70)
Hal ini juga sesuai dengan hadits Nabi SAW.
حَدَّثَنَا الْقَعْنَبِيُّ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ مُحَمَّدٍ عَنْ سَعْدٍ يَعْنِي ابْنَ سَعِيدٍ عَنْ عَمْرَةَ بِنْتِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ كَسْرُ عَظْمِ الْمَيِّتِ كَكَسْرِهِ حَيًّا (أبي داوود ٢٧٩٢)
Telah menceritakan kepada kami Al Qa'nabi telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz bin Muhammad dari Sa'd bin Sa'id? dari 'Amrah binti Abdurrahman dari Aisyah bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berkata: "Mematahkan tulang orang yang sudah mati itu (dosanya) sama seperti halnya dengan memecahkan tulang orang dalam keadaan hidup" (HR. Abu Dawud : 2792)
Namun demikian, dalam kondisi tertentu ketika mayat digunakan untuk kepentingan penelitian yang dilakukan di dunia medis, maka muncul pertanyaan, bolehkah hal itu dilakukan dan apakah termasuk dalam kategori merusak mayat atau tidak ?
Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, perlu diketahui lebih dulu secara umum tentang Kadaver. Kadaver menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah mayat manusia yang diawetkan. Kadaver merupakah salah satu instrumen penting yang ada dalam dunia pendidikan dokter. Kadaver biasanya digunakan untuk menunjang keberhasilan pendidikan terutama dalam mempelajari ilmu anatomi.
Kadaver dapat diunakan berkali-kali, namun tidak mudah mendapatkan kadaver dan harus melalui proses yang sangat panjang. Kadaver biasanya diperoleh dari kamar mayat forensik yang telah dinyatakan sebagai unclaimed body (mayat yang tidak teridentifikasi) atau bisa juga diperoleh dari seseorang yang telah berwasiat akan mendonorkan tubuhnya.
Dalam islam, Kadaver pada dasarnya mempunyai dasar hukum seperti mayat (manusia yang sudah mati atau tidak bernyawa lagi). Walaupun sudah tidak bernyawa, kadaver masih mempunyai hak dan kewajiban moral yang harus dipenuhi oleh siapa saja yang memanfaatkannya, baik sebagai media pembelajaran maupun penelitian. Hak dan kewajiban moral tersebut adalah kadaver harus digunakan sebagaimana mestinya yakni sebagai media pembelajaran bukan media bermain. Kadaver harus diletakkan ditempat sebagaimana mestinya dan tidak diperbolehkan menjadikan kadaver sebagai objek senda gurau apalagi sampai mengatakan hal-hal yang tidak pantas mengenai kadaver, misalnya 'kadaver ini pasti dulu orang nakal' maupun kata-kata lain yang sejenisnya. Hal ini selaras dengan hadits Nabi SAW.
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تَسُبُّوا الْأَمْوَاتَ فَإِنَّهُمْ قَدْ أَفْضَوْا إِلَى مَا قَدَّمُو (صحيح البخاري ١٣٠٦)
Dari Aisyah (diriwayatkan) bahwa Nabi SAW bersabda, Janganlah kamu memaki orang yang telah mati karena sesungguhnya mereka telah menemui apa yang mereka amalkan semasa hidupnya (HR. Al-Bukhari : 1306)
Setelah memenuhi hak dan kewajiban mayat kemudian dilakukan proses pengawetan pada mayat yang digunakan untuk proses penelitian. Meskipun setelah proses pengawetan mayat dapat bertahan lama, namun mayat akan mengalami proses pembusukan. Bagian tubu mayat yang paling lama pembusukan adalah tulang.
Menurut pendapat Yusuf Al-Qaradawi, bahwa seorang Muslim diperbolehkan mendonorkan organ tubuhnya ketika ia masih hidup meskipun ada yang mengatakan bahwa diperbolehkannya seseorang mendonorkan sesuatu ialah apabila itu miliknya. Namun, Al-Qaradawi berpendapat bahwa meskipun tubuh merupakan titipan dari Allah SWT, manusia diberi wewenang untuk memanfaatkannya dengan mempergunakannya sebagai harta miliknya. Harta pada hakikatnya milik Allah SWT sesuai dengan firmannya yang artinya :
"Berikanlah kepada mereka sebagaian dari harta Allah yang dikarunikan-Nya kepadamu (QS. An-Nur : 33)
Sedangkan Imam Abu Hanifah mengatakan bahwa mayat manusia bukanlah termasuk ke dalam harta dan harus dimuliakan, sehingga haram diperjualbelikan. Adapun pembayaran kadaver digunakan sebagai biaya pemeliharaan dirumah sakit.
Di Indonesia, belum banyak yang berminat mendonorkan salah satu organ tubuhnya setelah meningal dunia, apalagi merelakan tubuhnya sebagai penelitian ilmu kedokteran yang tubunya akan diawetkan, dibedah, diptong dan lain-lain. Kendati demikian, terdapat beberapa orang yang berkeinginan menjadi kadaver guna berkembangnya ilmu kedokteran. Salah satunya ialah Purbyantara, beliau adalah orang pertama yang mendonorkan dirinya sebagai kadaver di fakultas Kedokteran Universitas Airlangga.
Mengenai mewasiatkan organ tubuh setelah meninggal dunia, Al-Qaradawi memperbolehkannya. Sebab hal itu akan bermanfaat bagi orang lain tanpa menimbulkan kesengsaraan sedikit pun kepada dirinya karena organ tubuh orang yang meninggal akan lepas berantakan dan dimakan tanah beberapa hari setelah dikubur. Apabila ia berwasiat untuk mendermakan organ tubuhnya itu dengan niat mendekatkan diri dan mencari keridaan Allah, ia akan mendapatkan pahala sesuai dengan niat dan amalnya. Alasan Al-Qaradawi adalah dalam hal ini tidak ada satu pun dalil syara' yang mengharamkannya, sedangkan hukum asal segala sesuatu adalah mubah, kecuali jika ada dalil yang shahih yang jelas melarangnya".
Apabila kadaver telah selesai digunakan, maka disegerakan untuk menguburkannya dan tidak perlu dimandikan agar menghindari terpisahnya anggota badan yang telah digunakan untuk penelitian. Adapun penggunaan kadaver diharapkan untuk digunakan dengan maksimal. Penggunaan satu kadaver dalam penelitian diperuntukkan bagi beberrapa puluh penelitian, sehingga satu kadaver bukan untuk beberapa penelitian saja.
Sementara itu dalam Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) nomor 12 Tahun 2007 tentang "Penggunaan Jenazah untuk Kepentingan Penelitian" disebutkan bahwa pada dasarnya setiap jenazah harus dipenuhi hak-haknya, dihormati keberadaannya dan tidak boleh dirusak. Penggunaan jenazah untuk kepentingan penelitian seperti dengan cara membedakan, dibolehkan dengan ketentuan sebagai berikut :
- Penelitian dimaksudkan untuk pengembangan keilmuan, mendatangkan kemaslahatan yang lebih besar, yaitu memberikan perlindungan jiwa (hifz an-nafs), bukan hanya untuk kepentingan praktik semata, sementara media penelitian hanya bisa dilakukan dengan media manusia.
- Sebelum digunakan untuk objek penelitian tersebut di atas, hak-hak jenazah harus dipenuhi, seperti dimandikan, dikafani daan di Sholatkan.
- Jenazah yang digunakan untuk penelitian harus dilakukan seperlunya, selanjutnya jika penelitannya sudah selesai harus segera dikuburkan sesuai dengan ketentuan syariat.
- Jenazah yang akan dijadikan objek penelitian harus memperoleh izin dari dirinya sewaktu hidup melalui wasiat, izin ahli waris, dan/atau izin Pemerintah.
Mendonorkan mayat pada teaching hospital hukumnya boleh, karena hal ini untuk kepentingan pembelajaran bagi para dokter agar dapat mengetahui organ atau anatomi tubuh manusia dan penyakit-penyakit yang ada didalam tubuhnya. Namun pelaksanaannya harus atas dasar wasiat orang yang meninggal dunia, izin ahli waris, dan atau izin dari Pemerintah, agar tidak ada fitnah di kemudian hari.
Posting Komentar